meremas payudara maya

Bookmark and Share
Seperti yang sudah-sudah, bagaimanapun sifat manusia selalu kurang dalam mencari kepuasan, aku mulai berani menurunkan celana pendeknya hingga kebawah sekali nyaris mencapai batas bawah celana dalamnya itu, hingga jelas terlihat bahwa celana dalamnya seperti melorot kebawah. Maya sepertinya diam, tak perduli dengan keadaannya dan tampak menikmati pijitanku. Dan tanpa diketahuinya aku memelorotkan celana pendekku juga dan menempelkan celana dalamku ke celana dalamnya. Sehingga dedeku dan garis pantatnya hanya hanya dibatasi 2 lembar kain tipis saja.

Aku mulai berani memijit kearah depan pantatnya, seolah memberi pijitan, lebih tepat rabaan, kepahanya dan menyentuh pinggiran tonjolan daging didepannya. Memberinya tekanan, menyuruhnya lebih menekan lagi ke Dedeku. Entah mungkin akibat rabaan2 yang kulakukan terhadapnya, kelihatannya Maya mulai terpengaruh. Pada saat aku mengulanginya untuk keberapa kali, memijit pahanya dan menyentuh tonjolan dagingnya, kulihat matanya melirik kepadaku dengan tatapan lirih dan sayu. Ia mulai terangsang.
Entah berapa lama ini kulakukan, dedeku semakin tegang. Aku pura2 capek memijitnya, mulai melepaskan pijitan dipantatnya dan meraih pinggangnya dengan telapak tanganku menyentuh perutnya. Kurebahkan kepalaku dibantal dimana kepalanya juga berada disitu, terpejam.
Tanganku mulanya hanya menyentuh diperutnya, dengan jempolku diatas pusarnya. Mulai bekerja kembali, tidak memijitnya namun mengusap-usapnya bagaikan seorang ayah yang menenangkan bayi yang dikandung istrinya. Namun itulah yang mungkin justru membuat maya semakin terangsang. Ia mulai melenguh pendek, membiarkan tanganku diperutnya dan menarik kaosnya kedepan agar lebih longgar bagi tanganku didalamnya. Entah pikiran darimana, hal ini seakan memberikan lampu hijau kepadaku untuk lebih jauh.

Dengan mataku yang terpejam, sementara badanku merapat erat dibelakang badannya. Aku melancarkan seranganku terhadap maya semakin gencar, tanganku melewati pinggangnya, mengelus2 perutnya, mengelus bawah pusarnya, menelusup kedalam celana pendeknya, meraba tonjolan dagingnya, kurasakan bulu2 yang mengumpul bagaikan permadani yang terhampar, menyentuhnya sebentar seolah tanpa sengaja, menariknya kembali keatas. Maya seakan pasrah, tanpa perlawanan, seolah tak menyadari apa yang akan kulakukan terhadapnya. Aku mulai melebarkan rabaanku, mengelus perutnya berputar keatas pusarnya, menyentuh ujung batas bawah BH pinknya dengan jempolku, terus berputar meraba, diam sejenak menunggu reaksi maya terhadapku, apakah ia akan menghentikanku, meraih tanganku dan menyentakkannya keluar dari badannya ?.


Namun hal itu tidak terjadi, maya seolah menunggu aksiku untuk melangkah lebih jauh, memindahkan tangannya yang semula menindih tanganku, menjadi berada diatas kepalanya menutupi kupingnya. Mataku tetap terpejam seolah yang kulakukan ini adalah mimpi, seakan aku mengigau melakukan sesuatu yang tak kusadari. Tanganku mulai keatas, meraba payudaranya yang tertutup bra merah jambu itu, menyentuhnya bebas seakan milikku dan tak ada seorangpun yang berhak melarangnya. Merabanya dan hanya menekannya sesaat, menunggu reaksi penolakan yang tak kunjung tiba. Giat aku mencari pemenuhan kepuasan, aku mulai meraba lebih jauh keatas, menyentuh buah dada yang tak tertutup oleh bra, mengelusnya pelan, memberikan rangsangan terhadap pemiliknya. Kebawah lagi, membelai dan menekan bra yang menempel, meremasnya perlahan, kudengar suara Maya seperti merintih tertahan, namun tetap membiarkan. Aku semakin buas menjamahnya, meremasnya bagaikan sobekan kertas, menarik BH-nya kebawah, membiarkan putingnya mencuat keluar. Kembali meremasnya, menjepit putingnya dengan telunjuk dan jari tengahku, memutar2kan telapak tanganku, memberinya sensasi yang mungkin belum pernah dirasakannya.
Kurasakan puting payudara Maya yang sebelumnya kecil dan lunak, kini semakin panjang dan mengeras, begitu juga dengan payudaranya, yang semula lembek dan seakan landai bagaikan lembah, kini bagaikan gunung yang menjulang tinggi. Namun aku tak berani melangkah lebih jauh, ingin aku membalikkan badannya yang miring itu, telentang dan aku menindih diatasnya. Remasan tangan kananku di payudaranya semakin tak terkendali, aku sangat menikmatinya, tak terasa Dedeku yang menempel erat di garis pantatnya seakan tak terkendali, seakan pantatku turut bergoyang untuk mengarahkan dedeku agar lebih menikmati sensasi yang ada. hingga kudengar dari mulut Maya suara yang lebih tepat dikatakan rintihan.... “Aa...” hanya itu kata yang keluar dari mulutnya. Namun itu cukup menyentakku dan menyadarkanku akan apa yang telah kulakukan.


Kuhentikan gerakanku, kutarik BH-nya dan kututupi kembali payudaranya, kuraih tanganku, diam sejenak. Kurebahkan badanku telentang, menjauhinya, mengatur napas agar normal, diam beberapa saat. Kusesali apa yang barusan terjadi, aku bangun berdiri, memperhatikannya sesaat, kutatap wajahnya, kulihat matanya terpejam seolah tertidur. Aku menarik napas dan menghembuskannya perlahan, tak ada gerakan apapun darinya, entah itu memprotes terhadap apa yang telah kulakukan kepadanya atau pun lainnya. Kubalikkan badanku, membelakanginya, meninggalkannya keluar ke arah kamarku.
Aku menghempaskan badanku, merebahkan diri dalam ranjang tempat tidur, mendengarkan suara rintik hujan yang datang, entah apa yang kurasakan, seolah pikiranku kosong seiring dengan air yang jatuh dari langit, melayang, menjemput impian.

{ 0 komentar... Views All / Send Comment! }

Posting Komentar